UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
04 Desember 2023 | 15:12:34 WIB
Stereotipe Pendidikan Feminis
Ditulis Oleh : Izcha Pricispa
Mahasiswa Sosiologi Universitas Bangka Belitung
Hingga saat ini tidak sedikit kaum perempuan yang masih aktif menggaungkan perjuangan atas persamaan hak dengan laki-laki atau biasa kita kenal dengan istilah kesetaraan gender. Menurut Oakley (1972) dalam Sex, Gender, and Society, Gender itu diartikan sebagai suatu perbedaan yang bukan berdasarkan kodrat tuhan dan biologis. Sebutan untuk perjuangan perempuan sendiri dikenal dengan istilah feminisme.
Feminisme merupakan suatu bentuk perlawanan perempuan atas ketidakadilan yang dimana laki-laki dianggap sebagai superior sedangkan perempuan dianggap sebagai inferior. Pada dasarnya perempuan mempunyai peran dan hak yang sama dengan laki-laki sehingga pada akhirnya akan menciptakan kebabasan perempuan untuk setara dengan laki-laki.
Feminisme sosialis merupakan perjuangan untuk menghapus sebuah sistem kepemilikan. Selaras dengan ide Marx yaitu masyarakat harus setara tanpa adanya kelas, pembedaan gender atau lain sebagainya.
Hemat penulis, pendidikan sejatinya harus didapatkan oleh semua orang tanpa memandang status gender ataupun kelas. Meskipun negara telah menjamin hak yang sama atas pendidikan baik itu untuk laki-laki maupun perempuan, realitas yang ada ternyata masih banyak stereotype negatif masyarakat terkait dengan "setinggi apapun pendidikan perempuan maka ia tetap akan turun ke dapur" hal inilah yang kemudian menghambat perempuan untuk berkarier.
Dalam hal ini sudah terlihat sangat jelas bahwa ada pembeda antara laki-laki dan perempuan. Perempuan seolah-olah tidak mempunyai ruang atau bahkan hak yang sama dengan laki-laki dalam konteks Pendidikan. Stereotipe masyarakat yang seperti ini juga seakan-akan menjadi sebuah kodrat bagi seorang perempuan sehingga menyebabkan terbelenggunya kebebasan serta hak-hak bagi perempuan, padahal kodrat perempuan hanya 3 diantaranya: hamil, melahirkan dan menyusui.
Feminisme sebagai Tonggak Kesetaraan Gender
Gerakan feminisme sebagai tonggak kesetaraan gender bertujuan untuk mendekonstruksi stereotipe negatif terhadap pendidikan perempuan. Negara juga sudah menjamin kesetaraan hak dalam pendidikan baik itu untuk laki-laki maupun perempuan seperti yang telah tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia Rumusan Pasal 31 Ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan” Tidak hanya itu, hak perempuan dalam memperoleh pendidikan juga dimuat dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 terkait dengan Hak Asasi Manusia pada pasal 48 menyatakan bahwa “Wanita berhak memperoleh Pendidikan dan pengajaran dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan”. Oleh karena itu, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan akses pendidikan.
Selanjutnya, stereotipe negatif terhadap perempuan secara gamblang menunjukkan superioritas laki-laki kepada perempuan dalam masyarakat yang bersumber pada ideologi patriarki. Stereotipe negatif masyarakat inilah yang kemudian harus didekonstruksi. Gerakan Feminisme merupakan tonggak dalam upaya untuk meruntuhkan sistem patriaki yang dianggap mengganggu perempuan sehingga dapat memicu konflik antar kelas gender.
Diskrimniasi perempuan dalam sistem pendidikan tentu saja berpotensi untuk mengancam keseteraan gender serta menyebabkan kesenjangan hak asasi bagi perempuan dalam bidang pendidikan.
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penguat stereotype negatif masyarakat terkait dengan "perempuan tidak perlu sekolah tinggi". Oleh karena itu, faktor ekonomi dapat menjadi hambatan bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Kemudian terdapat pula sistem patriarki, norma-norma dan sosial budaya yang membatasi kesempatan perempuan dalam pendidikan. Kedua hal ini perlu diubah agar terciptanya kesetaraan akses pendidikan bagi perempuan.
Kapitalisme dan patriarki saling terkait dan saling memperkuat, sehingga perjuangan untuk kesetaraan gender tidak dapat di pisahkan dari kesetaraan ekonomi dan sosial. Feminisme sosialis menekankan pentingnya memberikan akses pendidikan yang setara bagi laki-laki dan perempuan, serta memerangi ketidakadilan ekonomi yang memengaruhi akses pendidikan perempuan. Feminisme sosialis juga menekankan pentingnya memerangi ketidaksetaraan ekonomi yang pada akhirnya memengaruhi akses pendidikan bagi perempuan.
Artikel telah terbit di timesindonesia.co.id edisi 04/12/23
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka